Wayang Nakula
Nakula (Sansekerta: नकुल, Nakula), adalah seorang tokoh protagonis dari wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putera Dewi Madri, kakak ipar Dewi Kunti. Ia adalah saudara kembar Sadewa dan dianggap putera Dewa Aswin, Dewa tabib kembar.
Menurut kitab
Mahabharata, Nakula sangat tampan dan sangat elok parasnya. Menurut Dropadi,
Nakula merupakan suami yang paling tampan di dunia. Namun, sifat buruk Nakula
adalah membanggakan ketampanan yang dimilikinya. Hal itu diungkapkan oleh
Yudistira dalam kitab Prasthanikaparwa.
Secara harfiah, kata nakula dalam bahasa Sansekerta
merujuk kepada warna Ichneumon, sejenis tikus atau binatang pengerat dari
Mesir. Nakula juga dapat berarti “cerpelai”, atau dapat juga berarti “tikus
benggala”. Nakula juga merupakan nama lain dari Dewa Siwa.
Menurut Mahabharata, si
kembar Nakula dan Sadewa memiliki kemampuan istimewa dalam merawat kuda dan
sapi. Nakula digambarkan sebagai orang yang sangat menghibur hati. Ia juga
teliti dalam menjalankan tugasnya dan selalu mengawasi kenakalan kakaknya,
Bima, dan bahkan terhadap senda gurau yang terasa serius. Nakula juga memiliki
kemahiran dalam memainkan senjata pedang.
Nakula adalah
Pandawa yang keempat, putera Prabu Pandu dengan Dewi Madrim. Nakula memiliki
saudara kembar yang bernama Sadewa. Nakula dan Sadewa adalah putera/titisan
dari Dewa Aswin, yaitu Dewa Tabib Kembar.
Dalam kitab
Mahabharata, Nakula adalah ksatria yang sangat tampan dan elok
parasnya. Bahkan menurut Dropadi, ia adalah suami yang paling tampan di dunia.
Namun Nakula sering membanggakan ketampanan yang dimilikinya.
Raden Nakula memiliki perwatakan jujur, setia, taat
pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia. Setelah 12
tahun menjadi buangan di hutan, Nakula beserta saudara-saudaranya menyamar di
negri Wirata. Di sana Nakula menjadi seorang pelatih kuda kerajaan bernama
Darmagrantika.
Aji-aji yang dimiliki oleh Nakula adalah Aji
Pranawajati yang berhasiat tak dapat lupa akan hal apapun. Aji ini ia dapat
dari Ditya Sapujagad, seorang perwira Kerajaan Mertani di bawah kekuasaan Prabu
Yudistira yang menyatu dalam tubuhnya. Nakula pun mendapat wilayah yang dulu
diperintah oleh Sapujagad yaitu Sawojajar. Nakula juga memiliki cupu yang
berisi Banyu Panguripan dari Batara Indra, cupu berisi Tirta Manik yang
merupakan air kehidupan dari mertuannya Begawan Badawanganala.
Nakula dan Sadewa
memiliki keahlian dalam merawat kuda dan sapi. Nakula adalah orang yang sangat
menghibur hati,teliti dalam menjalankan tugasnya, dan dia memiliki kemahiran
dalam memainkan senjata pedang.
Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan
nama Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai
obat). Ia merupakan putera keempat Prabu Pandudewanata, raja negara Hastinapura
dengan permaisuri Dewi Madri, puteri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati,
dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama adiknya, Sahadewa atau Sadewa.
Nakula juga menpunyai tiga saudara satu ayah, putra Prabu Pandu dengan Dewi
Kunti, dari negara Mandura bernama Puntadewa (Yudistira), Bima alias Werkudara dan
Arjuna
Nakula memiliki cupu yang berisi “banyu Pangarupan” atau “air kehidupan”
pemberian Bathara Indra. Ia berwatak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu
membalas guna dan bisa menyimpan rahasia. Dia tinggal di kesatrian Sawojajar,
wilayah Negara Amarta.
Nakula adalah titisan Batara Aswin, Dewa tabib. Ia
mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing.
Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia
mepunyai Aji Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani. Ia
juga mempunyai cupu berisi “Banyu Panguripan” atau “Air kehidupan” pemberian
Bhatara Indra.
Nakula mempunyai watak
jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan
rahasia. Ia tinggal di kesatrian Sawojajar, wilayah negara Amarta. Nakula
mempunyai dua orang isteri yaitu:
Ø Dewi
Sayati puteri Prabu Kridakirata, raja negara Awuawulangit, dan memperoleh dua
orang putera masing-masing bernama Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati.
Ø Dewi
Srengganawati, puteri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di
sungai Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara
Gisiksamodra alias Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi
Sritanjung. Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air
kehidupan bernama Tirtamanik.
Raden Nakula menikah
dengan Dewi Retna Suyati, putri dari Prabu Kridakerata dari Awu-Awu Langit dan
berputra Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati. Ia juga menikah dengan Dewi Srengganawati,
putri Dari Begawan Badawanganala dari Gisik Samudra berputri Dewi Sritanjung.
Saat perang Baratayuda berlangsung, Nakula dan Sadewa diutus Prabu Kresna untuk
menemui Prabu Salya dengan membawa patrem (semacam pisau kecil) dan minta
dibunuh karena tidak tahan melihat saudara-saudaranya mati karena tak ada
satupun manusia yang sanggup menandingi Aji Candabirawa Prabu Salya. Prabu
Salya yang terharu lalu memberikan rahasia kelemahannya kepada si kembar bahwa
yang sanggup membunuhnya adalah Puntadewa yang berdarah putih.
Setelah selesai perang Bharatayuddha, Nakula
diangkat menjadi raja negara Mandaraka sesuai amanat Prabu Salya kakak ibunya,
Dewi Madrim. Akhir riwayatnya diceritakan, Nakula mati moksa di gunung Himalaya
bersama keempat saudaranya.
Dalam Kitab
Prasthanikaparwa (kitab ke-17 dari Astadasaparwa Mahabharata), diceritakan
bahwa Nakula meninggal dalam perjalanan ke puncak gunung Himalaya bersama para
Pandawa yang lainnya dan juga istri mereka Dropadi. Namun sebelumnya, Dropadi
terlebih dulu meninggal dan disusul saudara kembar Nakula yaitu Sadewa.
Saat para Pandawa mengalami pengasingan di dalam hutan,
keempat Pandawa (Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa) meninggal karena meminum air
beracun dari sebuah danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan kepada
Yudistira untuk memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk dihidupkan
kembali, Nakula-lah dipilih oleh Yudistira untuk hidup kembali. Ini karena
Nakula merupakan putera Madri, dan Yudistira, yang merupakan putera Kunti,
ingin bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut. Apabila ia memilih Bima atau
Arjuna, maka tidak ada lagi putera Madri yang akan melanjutkan keturunan.
Ketika para Pandawa harus menjalani masa penyamaran
di Kerajaan Wirata, Nakula menyamar sebagai perawat kuda dengan nama samaran
“Grantika”. Nakula turut serta dalam pertempuran akbar di Kurukshetra, dan
memenangkan perang besar tersebut.
Dalam kitab Prasthanikaparwa, yaitu kitab ketujuh
belas dari seri Astadasaparwa Mahabharata, diceritakan bahwa Nakula tewas dalam
perjalanan ketika para Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya.
Sebelumnya, Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama
Sadewa.
Saat Nakula
terjerembab ke dalam tanah, Bima bertanya kepada Yudistira “Kakakku,
adik kita ini sangat rajin dan penurut, ia juga tampan dan tidak ada yang
menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai disini?”. Kemudian Yudistira
menjawab “ Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan
perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula sangat membanggakan ketampanan
yang dimilikinya. Karena sikapnya tersebut, ia hanya hidup sampai disini”.
Kesimpulan
kesimpulan yang dapat kita ambil dari Wayang Nakula ini adalah sifatnya yang jujur, teliti dalam mengerjakan tugas, pandai berperang serta berparas tampan dan memiliki kemampuan untuk menghibur hati orang yang berada disekitarnya. Tokoh yang serupa dengan wayang Nakula ini adalah dengan tokoh politik di indonesia yaitu Wiranto yang memiliki sifat yang jujur sebagai pemimpin, teliti dalam menjalankan tugas, memiliki paras yang tampan dan memiliki kemampuan dalam berperang di medan perang.
kesimpulan yang dapat kita ambil dari Wayang Nakula ini adalah sifatnya yang jujur, teliti dalam mengerjakan tugas, pandai berperang serta berparas tampan dan memiliki kemampuan untuk menghibur hati orang yang berada disekitarnya. Tokoh yang serupa dengan wayang Nakula ini adalah dengan tokoh politik di indonesia yaitu Wiranto yang memiliki sifat yang jujur sebagai pemimpin, teliti dalam menjalankan tugas, memiliki paras yang tampan dan memiliki kemampuan dalam berperang di medan perang.
WIRANTO
Wiranto lahir pada 4 April 1947 di Solo, dan adalah seorang tokoh militer dan politikus Indonesia.
Karir Militer
Namanya melejit setelah menjadi ADC Presiden Suharto tahun 1987-1991. Setelah sebagai ajudan presiden, karir militer Wiranto semakin menanjak ketika tampil sebagai Kasdam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, dan KSAD.
Selepas KSAD, ia ditunjuk Presiden Soeharto menjadi Pangab (sekarang Panglima TNI) pada Maret 1998. Pada masa itu terjadi pergantian pucuk kepemimpinan nasional. Posisinya yang sangat strategis menempatkannya sebagai salah satu pemain kunci bersama Wakil Presiden B.J. Habibie. Ia tetap dipertahankan sebagai Pangab di era Presiden Habibie.
Karir Sipil
Kariernya tetap bersinar setelah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tampil sebagai presiden keempat Indonesia. Ia dipercaya sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, meskipun kemudian dinonaktifkan dan mengundurkan diri. Pada 26 Agustus 2003, ia meluncurkan buku otobiografi dengan judul Bersaksi di Tengah Badai.
Setelah memenangi konvensi Partai Golkar atas Ketua Umum Partai Golkar Ir. Akbar Tandjung, ia melaju sebagai kandidat presiden pada 2004. Bersama pasangan kandidat wakil presiden Salahuddin Wahid, langkahnya terganjal pada babak pertama karena menempati urutan ketiga dalam pemilihan umum presiden 2004.
Menyosong Pemilu 2009
Pada 21 Desember 2006, ia mendeklarasikan Partai Hati Nurani Rakyat (Partai Hanura) dan tampil sebagai ketua umum partai. Deklarasi partai dilakukan di Hotel Kartika Chandra, Jakarta dan dihadiri ribuan orang dari berbagai kalangan. Mantan presiden Abdurrahman Wahid, mantan Ketua Umum Partai Golkar Ir Akbar Tandjung, mantan wakil presiden Try Sutrisno, Ketua Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Ryamizard Ryacudu, mantan menteri perekonomian Kwik Kian Gie, dan tokoh senior Partai Golkar Oetojo Oesman menghadiri peresmian partainya.
Deklarasi partai juga dihadiri sejumlah pengurus, yaitu mantan Sekjen Partai Golkar Letnan Jenderal TNI (Purn) Ary Mardjono, mantan Gubernur Jawa Tengah Ismail, mantan menteri pemberdayaan perempuan DR Hj. Tuty Alawiyah AS, Yus Usman Sumanegara, mantan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI (Purn) Subagyo HS, mantan Wakil Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) H. Fachrul Razi, mantan Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi (Purn) Chaeruddin Ismail, Marsda TNI (Purn) Budhi Santoso, Letnan Jenderal (Purn) Suadi Marasabessy, Mayor Jenderal TNI (Purn) Aspar Aswin, Laksda TNI (Purn) Handoko Prasetyo RS, Mayor Jenderal TNI (Purn) Aqlani Maza, Mayor Jenderal (Purn) Djoko Besariman, Mayor Jenderal (Purn) Iskandar Ali, Samuel Koto, dan mantan menteri keuangan Fuad Bawazier, pendiri Partai Bintang Reformasi Djafar Badjeber, pengacara Elza Syarief, Gusti Randa, dan pengusaha asuransi Jus Usman Sumaruga.
Pada 17 Januari 2007, ia bertemu dengan Ketua DPR-RI Agung Laksono di Komplek MPR/DPR, Senayan (Jakarta). Pertemuan itu menjadi langkah awal dalam menyosong pemilu 2009. Ia menyatakan kesiapannya berhadapan kembali dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jika mencalonkan kembali.
Sumber : 1. www.wikipedia.com
2. www.wayangwordpress.com