Senin, 05 November 2012

Tulisan Ilmu Sosial Dasar 4


Wayang Nakula

     
      Nakula (Sansekerta: नकुल, Nakula), adalah seorang tokoh protagonis dari wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putera Dewi Madri, kakak ipar Dewi Kunti. Ia adalah saudara kembar Sadewa dan dianggap putera Dewa Aswin, Dewa tabib kembar.
      Menurut kitab Mahabharata, Nakula sangat tampan dan sangat elok parasnya. Menurut Dropadi, Nakula merupakan suami yang paling tampan di dunia. Namun, sifat buruk Nakula adalah membanggakan ketampanan yang dimilikinya. Hal itu diungkapkan oleh Yudistira dalam kitab Prasthanikaparwa.
Secara harfiah, kata nakula dalam bahasa Sansekerta merujuk kepada warna Ichneumon, sejenis tikus atau binatang pengerat dari Mesir. Nakula juga dapat berarti “cerpelai”, atau dapat juga berarti “tikus benggala”. Nakula juga merupakan nama lain dari Dewa Siwa.
      Menurut Mahabharata, si kembar Nakula dan Sadewa memiliki kemampuan istimewa dalam merawat kuda dan sapi. Nakula digambarkan sebagai orang yang sangat menghibur hati. Ia juga teliti dalam menjalankan tugasnya dan selalu mengawasi kenakalan kakaknya, Bima, dan bahkan terhadap senda gurau yang terasa serius. Nakula juga memiliki kemahiran dalam memainkan senjata pedang.
Nakula adalah Pandawa yang keempat, putera Prabu Pandu dengan Dewi Madrim. Nakula memiliki saudara kembar yang bernama Sadewa. Nakula dan Sadewa adalah putera/titisan dari Dewa Aswin, yaitu Dewa Tabib Kembar.
      Dalam kitab Mahabharata, Nakula adalah ksatria yang sangat tampan dan elok parasnya. Bahkan menurut Dropadi, ia adalah suami yang paling tampan di dunia. Namun Nakula sering membanggakan ketampanan yang dimilikinya.
      Raden Nakula memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia. Setelah 12 tahun menjadi buangan di hutan, Nakula beserta saudara-saudaranya menyamar di negri Wirata. Di sana Nakula menjadi seorang pelatih kuda kerajaan bernama Darmagrantika.
Aji-aji yang dimiliki oleh Nakula adalah Aji Pranawajati yang berhasiat tak dapat lupa akan hal apapun. Aji ini ia dapat dari Ditya Sapujagad, seorang perwira Kerajaan Mertani di bawah kekuasaan Prabu Yudistira yang menyatu dalam tubuhnya. Nakula pun mendapat wilayah yang dulu diperintah oleh Sapujagad yaitu Sawojajar. Nakula juga memiliki cupu yang berisi Banyu Panguripan dari Batara Indra, cupu berisi Tirta Manik yang merupakan air kehidupan dari mertuannya Begawan Badawanganala.
      Nakula dan Sadewa memiliki keahlian dalam merawat kuda dan sapi. Nakula adalah orang yang sangat menghibur hati,teliti dalam menjalankan tugasnya, dan dia memiliki kemahiran dalam memainkan senjata pedang.
      Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai obat). Ia merupakan putera keempat Prabu Pandudewanata, raja negara Hastinapura dengan permaisuri Dewi Madri, puteri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama adiknya, Sahadewa atau Sadewa. Nakula juga menpunyai tiga saudara satu ayah, putra Prabu Pandu dengan Dewi Kunti, dari negara Mandura bernama Puntadewa (Yudistira), Bima alias Werkudara dan Arjuna           
      Nakula memiliki cupu yang berisi “banyu Pangarupan” atau “air kehidupan” pemberian Bathara Indra. Ia berwatak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas guna dan bisa menyimpan rahasia. Dia tinggal di kesatrian Sawojajar, wilayah Negara Amarta.
      Nakula adalah titisan Batara Aswin, Dewa tabib. Ia mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing. Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia mepunyai Aji Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani. Ia juga mempunyai cupu berisi “Banyu Panguripan” atau “Air kehidupan” pemberian Bhatara Indra.
Nakula mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan rahasia. Ia tinggal di kesatrian Sawojajar, wilayah negara Amarta. Nakula mempunyai dua orang isteri yaitu:
Ø  Dewi Sayati puteri Prabu Kridakirata, raja negara Awuawulangit, dan memperoleh dua orang putera masing-masing bernama Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati.
Ø  Dewi Srengganawati, puteri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra alias Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung. Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama Tirtamanik.
        Raden Nakula menikah dengan Dewi Retna Suyati, putri dari Prabu Kridakerata dari Awu-Awu Langit dan berputra Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati. Ia juga menikah dengan Dewi Srengganawati, putri Dari Begawan Badawanganala dari Gisik Samudra berputri Dewi Sritanjung. Saat perang Baratayuda berlangsung, Nakula dan Sadewa diutus Prabu Kresna untuk menemui Prabu Salya dengan membawa patrem (semacam pisau kecil) dan minta dibunuh karena tidak tahan melihat saudara-saudaranya mati karena tak ada satupun manusia yang sanggup menandingi Aji Candabirawa Prabu Salya. Prabu Salya yang terharu lalu memberikan rahasia kelemahannya kepada si kembar bahwa yang sanggup membunuhnya adalah Puntadewa yang berdarah putih.
      Setelah selesai perang Bharatayuddha, Nakula diangkat menjadi raja negara Mandaraka sesuai amanat Prabu Salya kakak ibunya, Dewi Madrim. Akhir riwayatnya diceritakan, Nakula mati moksa di gunung Himalaya bersama keempat saudaranya.
      Dalam Kitab Prasthanikaparwa (kitab ke-17 dari Astadasaparwa Mahabharata), diceritakan bahwa Nakula meninggal dalam perjalanan ke puncak gunung Himalaya bersama para Pandawa yang lainnya dan juga istri mereka Dropadi. Namun sebelumnya, Dropadi terlebih dulu meninggal dan disusul saudara kembar Nakula yaitu Sadewa. 
      Saat para Pandawa mengalami pengasingan di dalam hutan, keempat Pandawa (Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa) meninggal karena meminum air beracun dari sebuah danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan kepada Yudistira untuk memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk dihidupkan kembali, Nakula-lah dipilih oleh Yudistira untuk hidup kembali. Ini karena Nakula merupakan putera Madri, dan Yudistira, yang merupakan putera Kunti, ingin bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut. Apabila ia memilih Bima atau Arjuna, maka tidak ada lagi putera Madri yang akan melanjutkan keturunan.
      Ketika para Pandawa harus menjalani masa penyamaran di Kerajaan Wirata, Nakula menyamar sebagai perawat kuda dengan nama samaran “Grantika”. Nakula turut serta dalam pertempuran akbar di Kurukshetra, dan memenangkan perang besar tersebut.
      Dalam kitab Prasthanikaparwa, yaitu kitab ketujuh belas dari seri Astadasaparwa Mahabharata, diceritakan bahwa Nakula tewas dalam perjalanan ketika para Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya. Sebelumnya, Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama Sadewa.
Saat Nakula terjerembab ke dalam tanah, Bima bertanya kepada Yudistira “Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut, ia juga tampan dan tidak ada yang menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai disini?”. Kemudian Yudistira menjawab “ Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya. Karena sikapnya tersebut, ia hanya hidup sampai disini”.

Kesimpulan
kesimpulan yang dapat kita ambil dari Wayang Nakula ini adalah sifatnya yang jujur, teliti dalam mengerjakan tugas, pandai berperang serta berparas tampan dan memiliki kemampuan untuk menghibur hati orang yang berada disekitarnya. Tokoh yang serupa dengan wayang Nakula ini adalah dengan tokoh politik di indonesia yaitu Wiranto yang memiliki sifat yang jujur sebagai pemimpin, teliti dalam menjalankan tugas, memiliki paras yang tampan dan memiliki kemampuan dalam berperang di medan perang.


WIRANTO


Wiranto lahir pada 4 April 1947 di Solo, dan adalah seorang tokoh militer dan politikus Indonesia.

Karir Militer
      Namanya melejit setelah menjadi ADC Presiden Suharto tahun 1987-1991. Setelah sebagai ajudan presiden, karir militer Wiranto semakin menanjak ketika tampil sebagai Kasdam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, dan KSAD.
       Selepas KSAD, ia ditunjuk Presiden Soeharto menjadi Pangab (sekarang Panglima TNI) pada Maret 1998. Pada masa itu terjadi pergantian pucuk kepemimpinan nasional. Posisinya yang sangat strategis menempatkannya sebagai salah satu pemain kunci bersama Wakil Presiden B.J. Habibie. Ia tetap dipertahankan sebagai Pangab di era Presiden Habibie.
Karir Sipil
       Kariernya tetap bersinar setelah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tampil sebagai presiden keempat Indonesia. Ia dipercaya sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, meskipun kemudian dinonaktifkan dan mengundurkan diri. Pada 26 Agustus 2003, ia meluncurkan buku otobiografi dengan judul Bersaksi di Tengah Badai.
       Setelah memenangi konvensi Partai Golkar atas Ketua Umum Partai Golkar Ir. Akbar Tandjung, ia melaju sebagai kandidat presiden pada 2004. Bersama pasangan kandidat wakil presiden Salahuddin Wahid, langkahnya terganjal pada babak pertama karena menempati urutan ketiga dalam pemilihan umum presiden 2004.
Menyosong Pemilu 2009
      Pada 21 Desember 2006, ia mendeklarasikan Partai Hati Nurani Rakyat (Partai Hanura) dan tampil sebagai ketua umum partai. Deklarasi partai dilakukan di Hotel Kartika Chandra, Jakarta dan dihadiri ribuan orang dari berbagai kalangan. Mantan presiden Abdurrahman Wahid, mantan Ketua Umum Partai Golkar Ir Akbar Tandjung, mantan wakil presiden Try Sutrisno, Ketua Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Ryamizard Ryacudu, mantan menteri perekonomian Kwik Kian Gie, dan tokoh senior Partai Golkar Oetojo Oesman menghadiri peresmian partainya.
       Deklarasi partai juga dihadiri sejumlah pengurus, yaitu mantan Sekjen Partai Golkar Letnan Jenderal TNI (Purn) Ary Mardjono, mantan Gubernur Jawa Tengah Ismail, mantan menteri pemberdayaan perempuan DR Hj. Tuty Alawiyah AS, Yus Usman Sumanegara, mantan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI (Purn) Subagyo HS, mantan Wakil Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) H. Fachrul Razi, mantan Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi (Purn) Chaeruddin Ismail, Marsda TNI (Purn) Budhi Santoso, Letnan Jenderal (Purn) Suadi Marasabessy, Mayor Jenderal TNI (Purn) Aspar Aswin, Laksda TNI (Purn) Handoko Prasetyo RS, Mayor Jenderal TNI (Purn) Aqlani Maza, Mayor Jenderal (Purn) Djoko Besariman, Mayor Jenderal (Purn) Iskandar Ali, Samuel Koto, dan mantan menteri keuangan Fuad Bawazier, pendiri Partai Bintang Reformasi Djafar Badjeber, pengacara Elza Syarief, Gusti Randa, dan pengusaha asuransi Jus Usman Sumaruga.
       Pada 17 Januari 2007, ia bertemu dengan Ketua DPR-RI Agung Laksono di Komplek MPR/DPR, Senayan (Jakarta). Pertemuan itu menjadi langkah awal dalam menyosong pemilu 2009. Ia menyatakan kesiapannya berhadapan kembali dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jika mencalonkan kembali.

Sumber : 1. www.wikipedia.com
              2. www.wayangwordpress.com