Jumat, 26 Oktober 2012

Tulisan Ilmu Sosial Dasar 3


Dinamika Kota Bogor


     Secara historis, pertama kali wilayah Bogor dikenal sebagai pusat Kerajaan Pakuan-Padjadjaran. Dalam klasifikasi kota pedalaman, kota Bogor tumbuh di sekitar keraton yang ada. Fungsi kita itu adalah memberikan berbagai barang dan jasa untuk keraton, sementara kota-kota itu juga menikmati kemegahan yang melimpah dari istana kerajaan serta sisa-sisa kemewahan, dari kehidupan mewah yang ada di dalam keratin. Nama wilayah Bogor pada masa Kerajaan Pakuan-Padjadjaran adalah Dayeuh yang diperintah oleh seorang rajanya yang paling terkenal, yaitu Sri Baduga Maharaja atau yang diyakini pula sebagai Prabu Siliwangi yang memerintah sejak tanggal 3 Juni 1482.
     Namun demikian kekuasaan Pakuan-Padjadjaran runtuh manakala terjadi serangan yang dilakukan Kesultanan Banten di bawah komando Sultan Hasanudin pada tahun 1579. Kemudian bekas-bekas wilayah kekuasaan Kerajaan Pakuan-Padjadjaran terbagi ke dalam beberapa kekuasaan. Di bagian timur berada dalam kekuasaan Cirebon, di sebelah barat berada di bawah kekuasaan Banten, sedangkan wilayah Bogor sendiri berada di bawah penguasaan langsung Pangeran Jayakarta. Akibat dari penyerangan ini tidak saja mengakibatkan kehancuran ibukota kerajaan, tetapi juga pembunuhan masal masyarakat di sekitarnya sehingga dapat dikatakan rantai sejarah keberadaan wilayah ini dapat dikatakan hilang sama sekali. Jejak-jejak sejarah dapat dikatakan berputar ketika orang-orang Eropa mulai menguasai Hindia Timur, tepatnya sejak tahun 1677 ketika Kompeni Belanda mulai menguasai wilayah kedaulatan Pangeran Jayakarta, yakni Batavia hingga ke wilayah Bogor.
     Setelah mealukan tiga kali ekspedisi,akhirnya di bawah pimpinan Letnan berhasil didirikan sebuah perkampungan yang dinamakan Kampung Baru di sekitar wilayah Tanah Baru sekarang. Dalam perkembangannnya, Kampung Baru kemudian menjadi pusat kampung-kampung lainnya yang muncul kemudian di sekitar wilayah Bogor (Danasasmita, 1983 :83). Walaupun begitu, secara resmi baru pada tahun 1745 terjadi penggabungan kampung-kampung tersebut di bawah nama Kabupaten Kampung Baru. Namun demikian lima tahun sebelum perisitwa pembentukan kabupaten itu terjadi, terdapat sebuah peristiwa penting di kota ini, yaitu pembantukan Vila Buitenzorg atas perintah Baron Van Imhoff pada tahun 1745. Gubernur Jenderal ini merasakan suasana lingkungan Kota Batavia tidak lagi kondusif untuk dijadikan tempat tinggal. Untuk itu ia kemudian mencari sebuah daerah strategis yang mempunyai hawa sejuk, nyaman, dan tenang, namun letaknya tidak jauh dari Bogor.
    Atas dasar itulah kemudian Bogor dijadikan pilihan utama. Berdasarkan fungsi sebagai tempat peristirahatan wilayah Bogor kemudian lebih populer dengan nama Buitenzorg yang artinya kota tanpa kesibukan. Pada masa Daendels, Vila Buitenzorg ini kemudian beralih fungsi menjadi tempat kedudukan resmi Gubernur Hindia Belanda, yang peresmiannya sebenarnya baru berlangsung pada tahun 1866 melalui surat Keputusan gubernur Jenderal Hindia-Belanda No.11 tahun 1866. Status in berlangsung sampai dengan masa Pendudukan Jepang Bahkan, status Kota Bogor tidak hanya sebatas itu saja menyusul keputusan pemindahan pusat admisitratif Hindia Belanda ke kota ini dengan didirikannya kantor Algemeene Secretarie pada tahun 1888.
     Pada tahun 1905 adalah sebuah episode baru dalam perkembangan Buitenzorg. Hal ini disebabkan karena sejak tahun ini Buitenzorg secara resmi lepas dari Batavia dan diberikan otonomi sendiri berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.208 pada tahun 1905. Sejak saat itu juga secara resmi berdiri sebuah pemerintahan otonom Geemente dengan luas wilayah 22 kmr2 yang terdiri atas dua distrik dan tujuh desa dan diproyeksikan dapat menampung penduduk sebanyak 30.000 jiwa. Gemeente ini sendiri dipimpin oleh seorang Burgemeenter dan corak pemerintahan ini berlangsung sampai dengan masa Pendudukan Jepang. 
     Reformasi istilah-istilah di bidang pemerintahan mulai dilakukan. Istilah Si (GemmenteSya (keresidenan), Ken(kabupaten), Gun (kewedanaan), Son (kecamatan), dam Ku (desa/kelurahan) sejak Jepang mulai menduduki Hindia-Belanda. Peyebutan pemimpin masing-masing satuan pemerintahan ini dilakukan dengan menambahkan Co saja. Misalkan, Syuco untuk menyebut residen, Kenco untuk bupati, dan sebagainya.,Di samping itu dilakukan juga penggantian nama Buitenzorg menjadi nama Bogor sebagai nama resmi kota ini.
     Setelah memasuki masa Kemerdekaan, Bogor masih sempat menggunakan mengunakan Si dengan pimpinannya Sico yang pada waktu itu dijabat oleh R. Odang Prawiradipraja yang hanya memerintah selama satu tahun (1945-1946). Selanjutnya karena Bogor kemudian dikuasai oleh Belanda, maka diangkatlah soerang Burgemeenter, yaitu J.J. Penoch yang memerintah selama dua tahun (1948-1950). Namun setelah itu Bogor berstatus Kota Praja dengan pemimpinnya R. Djoekardi. Setelah terjadi pergantian satatus pemerintahan dari Kota Praja menjadi Pemerintah Kota Besar, dan Pemerintah Kota Madya, berturut-turut Bogor dipimpin oleh Kartadjumena( 1952-1956), Pramono Notosudiro (1956-1959), Abdul Rachman (1960-1961) dan Ahmad Adnawijaya (1961-1965). Perubahan kembali terjadi setelah terjadinya pergantian Orde Lama ke Orde Baru. Sejak era ini, seorang kepala daerah mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai sebagai orang daerah dan juga sebagai orang pusat yang memiliki kewenangan untuk menjalankan pemerintahan.
     Pada masa kepemimpinan Achmad Syam (1 September 1965-7 Maret 1979), fokus utama pembangunan wilayah Bogor terletak pada penataan wilayah yang semula terdiri dari dua wilayah admistratif, yaitu Kecamatan Kota Kaler dan Kecamatan Kota Kidul. Namun sejak diedarkannya Surat Keputusam Walikota Bogor No. 5422/1/68.a, Bogor kemudian terbagi atas lima wilayah admistratif, 16 wilayah administratif lingkungan. Achmad Syam kemudian digantikan oleh Achmad Sobana (7 Maret 1979-7 Maret 1984). Sasaran utama pemenrintahhnya masih sama, yaitu pemekaran wilayah Bogor untuk mengefisienkan pelayanan administrasi pemerintahan. Oleh karena itu dilakukan pemekaran di beberapa wilayah, seperti Kecamatan Bogor Timur, Bogor Utara, dan Bogor Selatan. Namun rencana pemekaran ini baru berhasil direalisasikan pada masa pemerintahan Ir. Muhammad (7 Maret 1984-7 Maret 1989) yang ditandai dengan pergantian nama lingkungan menjadi kelurahan dan realisasi pemekaran Kecamatan Tanah Sareal sehingga Bogor secara resmi terdiri dari lima wilayah administrartif.
     Di samping itu terjadi juga peningkatan jumlah kelurahan dari 16 menjadi 22 kelurahan dengan luas wilayah 2.156 hektar dan jumlah penduduk tahun 1988 adalah 284.558 jiwa. Penggantinya, Suratman kemudian lebih memfokuskan pada penataan wilayah Kota Bogor (7 Maret 1989-7 Maret 1994). Baru pada zaman Edi Gunardi, realisasi penataan ruang ini terealisasi dengan meluasnya wilayah Kota Bogor menjadi 11.850 hektar dan jumlah penduduk 584.884 jiwa. Selanjutnya pada masa pemerintahan Iswara Natanegara (1999-2004) boleh dikatakan merupakan masa pemerintahan walikota tersukses. Hal itu tidak saja ditujukkan dengan perubahan status desa menjadi kelurahan tetapi juga pelayanan publik menjadi prioritas sehingga tidak heran Iswara mendapat 28 penghargaan dan menjadi walikota yang menerima penghargaan terbanyak. Penggantinya Diani Budiarto (2004-200) dikatakan merupakan pemerintahan yang kontroversial. Hal ini dikarenakan wakilnya M. Sahid dinonaktifkan sehingga Diani Budiarto harus menyelesaikkan sendiri rencana pemerintahan Kota Bogor yang meliputi kebersihan kota, penataan pedagang kaki lima, penataan transportasi, dan kemiskinan.


Perkembangan Masyarakat Kota Bogor
     Seperti yang telah dijelaskan di atas, Bogor atau Dayeuh adalah pusat Kerajaan Pakuan Padjadjaran. Dari keterangan yang didapatkan, kota ini pernah berpenghuni 50.000 jiwa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kota ini, pada awalnya, didominasi oleh orang-orang Sunda. Namun demikian, semenjak Kerajaan Pakuan Padjadjaran dimusnahkan oleh Kesultanan Banten dapat dikatakan hampir sebagian besar penduduk kota itu tidak diketahui nasibnya. Hal itu kemudian dibuktikan pada ekspedisi yang dilakukan oleh orang-orang Belanda yang tidak menemukan tanda-tanda pemukimanpenduduk di bekas Kerajaan Pakuan-Padjadjaran tersebut, kecuali di beberapa tempat yang letaknya agak jauh dari pusat kerajaan. Namun demikian, terdapat pula sekitar 7-8 orang-orang eks laskar Mataram yang meminta perlindungan kepada Kesultanan Banten menyusul penyerangan yang gagal terhadap Batavia. Para eks-laskar Mataram ini kemudian diizinkan untuk menetap di wilayah Bogor, tepatnya di pinggir kali Ciliwung.
     Setelah Tanuwijaya mendirikan kampung pertama di wilayah Tanah Baru sekarang, dengan nama Kampung Baru yang merupakan koloni pribumi pertama di Buitenzorg, menyusul didirikan beberapa kampung lainnya. Namun yang perlu diperhatikan disini adalah letak kampung-kampung tersebut berada di luar pusat Kota Bogor sekarang. Keberadaan kampung pribumi pertama di pusat Kota baru diketahui sejak berdirinya koloni pribumi di areal halaman Vila Buitenzorg dengan nama Kampung Bogor. Masyarakat kampung inilah yang merintis aktivitas perdagangan di pusat kota yang salah satunya adalah mendirikan pasar yang terkenal dengan nama Pasar Bogor. Pada awalnya pasar ini hanya buka dua hari dalam satu minggu, namun karena perkembangan aktivitas perdagangannya, kemudian pasar ini kemudian buka setiap hari sampai sekarang. Bahkan kelak kemasyuran pasar ini membuat para pendatang dari etnis Tionghoa datang dan bahkan bermukim di sekitar pasar kebanggan warga Bogor ini.
      Thung Ju Lan berpendapat bahwa masyarakat di pusat Buitenzorg mulai beragam semenjak tahun 1790-an. Artinya, dengan mengaitkan keberadaan Kampung Bogor, Pasar Bogor, dan perkembangan perkampungan Tionghoa, setidaknya dapat disimpulkan bahwa ada tiga kelompok masyarakat di Buitenzorg pada saat itu, yaitu Eropa (khususnya Belanda), Timur-Asing (Tionghoa), dan Pribumi (Kampung Bogor). Berkaitan dengan itu, Sopandi juga mendukung peryataan itu. Ia memetakan pemukiman-pemukiman yang terdapat di Buitenzorg ke dalam tiga kawasan, yaitu Zona Eropa yang meliputi sekeliling Kebun Raya, Jalan Ir. Juanda (untuk keperluan perkantoran dan pemukiman), hingga daerah Ciwaringin di utara, dan Taman Kencana di timur. Seiring dengan diberlakukannya Sedangkan kawasan Pecinan terletak di sepanjang Handelstraat atau Jalan Suryakencana sekarang yang berfungsi sebagai pusat perekonomian Buitenzorg Untuk masyarakat pribumi, sebenarnya tidak ada wilayah khusus, tetapi harus berada di luar pusat kota Bitenzorg (Sopandi,).
     Pola pemukiman model ini sebenarnya merupakan standar kota-kota kolonial di Hindia-Belanda atau yang dikenal dengan kebijakanWijkenstelsel, namun di Buitenzorg sendiri peraturan ini tidak dijalankan secara ketat sehingga hubungan antara orang-orang Eropa, Tionghoa, dan Pribumi dapat terjalin secara harmonis.
      Memasuki awal abad ke-20, populasi penduduk Buitenzorg, terutama dari golongan Eropa dan Tionghoa semakin meningkat. Hal inilah ynag mengakibatkan Buitenzorg diberikan otonomi khusus dengan status Gemeente. Dari kalkulasi yang pernah dilakukan tercatat bahwa jumlah pendudujk Afdeling Buitenzorg pada periode 1843 adalah 46.135 jiwa yang kemudian meningkat pada tahun 1845 dengan jumlah 58.614 jiwa. Sedangkan pada tahun 1849 jumlah penduduknya adalah 64.446 jiwa dan pada tahun 1861 menigkat menjadi 81.355 jiwa. Lonjakan yang cukup besar mulai dirasakan sejak tahun 1905 dan semakin melonjak saat dilakukan pecatatan penduduk tahun 1930. Peningkatan jumlah penduduk ini, selain dipengaruhi oleh peningkatan status administratif Buitenzorg, juga dipengaruhi juga oleh perkembangan perekonomian kota, khususnya yang berkaitan dengan perdagangan regional dan tempat transit aliran barang menuju Batavia. Dalam hal ini, perkembangan ini didukung oleh sarana dan prasarana transportasi yang berkembang dengan cukup baik, terutama jalan raya dan pembangunan rel kereta api 1873 yang melayani rute Batavia-Buitenzorg.
    Memasuki alam kemerdekaan, khususnya setelah revolusi fisik berakhir, Kota Bogor kemudian membenahi diri khususnya mengenai pembagian wilayah administrasi dan pengaturan tata ruang kota. Setelah dua hal itu selesai, kemudian Kota Bogor juga diikutsertakan dalam proyek pembangunan kawasan Jabotabek pada tahun 1970-an yang berfungsi untuk mengurangi migrasi penduduk ke Jakarta, Artinya, Bogor diharapkan dapat dijakdikan pemukiman alternatif selain Tangerang dan Bekasi. Mulai saat itu Kota Bogor setiap tahunnya mengalami lonjakan penduduk yang signifikan. Pada tahun 1971 jumlah penduduk Kota Bogor adalah 196.815 jiwa sedangkan pada tahun 1981 jumlah penduduknya meningkat menjadi 246.052.
     Memasuki periode tahun 1990-an sampai dengan sekarang, semakin meningkatnya mobilitas penduduk, baik dari wilayah maupun luar wilayah pulau Jawa sendiri membuat Kota Bogor semakin sesak. Pertambahan penduduik ini sangat mudah diamati dengan melihat perkembangan pemukiman-pemukiman penduduk di sekitar wilayah Kota Bogor. Dalam penghitungan penduduk tahun 2006 tercatat total keselurahan penduduk di Kota Bogor adalah 750.250 jiwa (http://www.kotabogor.go.id/demografi.htm). Di samping itu, dapat pula dilihat jumlah pemukiman yang berjumlah lebih dari seratus perumahan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, perkembangan penduduk mulai dirasakan semenjak Buitenzorg dijadikan kedudukan resmi Gubernur Hindia Belanda pada awal abad ke-19. Bersamaan dengan itu tumbuh pula potensi ekonomi kota yang didukung oleh sarana transportasi yang memadai. Memasuki masa kemerdekaan, khususnya pada masa Orde Baru, Kota Bogor tumbuh sebagai kota berbasis pemukiman para pekerja yang mencari nafkah di Jakarta. Hal ini sangat terlihat ketika kita melihat mengamati jumlah pemukiman yang dibangun di Kota Bogor.

Kehidupan Masyarakat Kota Bogor
     Sejak zaman Kolonial sampai dengan sekarang, masyarakat Kota Bogor telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini tentu saja membawa pengaruh , khususnya di dalam kehidupan kemasyarakatan. Namun, harus pula dipahami terlebih dahulu bahwa Kota Bogor terletak di perbatasan antara Propinsi Jawa Barat dan Propinsi DKI Jakarta. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap kehidupan masyarakatnya, baik dilihat dari segi kehidupan ekonomi, sosial, maupun budaya. Bahkan, terkadang, Kota Bogor diklasifikasikan sebagai bagian dari Propinsi DKI Jakarta, namun sebenarnya Kota Bogor juga tidak dapat dipisahkan dari kesatuan Propinsi Jawa Barat.
     Berkaitan dengan itu, dalam perkembangannya, Masyarakat Kota Bogor memiliki dinamakan kehidupan yang sangat beragam. Namun, secara umum, dapatlah dilihat dua corak utama kehidupan masyarakat Kota Bogor, yaitu masyarakat asli Kota Bogor yang dapat dikelompokkan sebagai masyarakat tradisional yang masih menggantungkan hidupanya dari pertanian dan biasanya berdomisili di wilayah pedalaman Kota Bogor serta masih kuat dalam menjalankan budayanya. Sedangkan masyarakat pendatang yang diklasifikasikan sebagai masyarakat moderen bertempat tinggal di pusat Kota Bogor. Mereka biasanya mengkonsentrasikan bidang pekerjaannya di institusi pemerintahan dan swasta, baik sebagai pegawai, pedagang, penyedia jasa dan sebagainya. Namun demikian, dalam bidang budaya merek terseret oleh budaya moderen kota sehingga budaya lokal yang mereka bawa semakin terkikis.
     Untuk memudahkan dalam mengamati kehidupan masyarakat Kota Bogor, maka dalam makalah aspek kehidupan akan dikhususkan pada bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
Kehidupan ekonomi Masyarakat Kota Bogor dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu kehidupan ekonomi tipe pasar dan kehidupan ekonomi tipe perusahaan atau firma .Pendukung kehidupan ekonomi tipe pertama adalah adalah masyarakat yang tinggal di pinggiran Kota Bogor. Masyarakat ini masih terikat pada faktor alam, seperti tanah, pertanian, dan musim. Di samping itu pula mereka bukan tergolong masyarakat yang mengutamakan rasionalitas, efisiensi, dan profit oriented. Adapun kehidupan ekonomi pedesaan ini dapat pula dikelompokkan menjadi pertanian, peternakan dan perikanan, Perdagangan,Kerajinan, Industri Rumah Tangga, dan Buruh. Sedangkan masyarakat pendukung kehidupan ekonomi tipe kedua adalah masyarakat perkotaan yang tinggal di pusat kota.. Mereka lebih cenderung mengembangkan usaha di bidang perusahaan dan perindustrian. Adapun masyarakat tipe ini mendapat sokongan infrastruktur yang kuat, organisasi dan manjemen yang solid, rasional, dan efisien, serta berorientasi pada keuntungan. Kehidupan ekonomi perusahaan atau firma ini terdiri dari berbagai macam sub-bidang, seperti tekstil, percetakan,perusahaan konstruksi bangunan, perusahaan-perusahaan perdagangan,pemrosesan metal, dan sebagainya.
     Dalam kehidupan sosial, Masyarakat Kota Bogor pun terklasifikasi ke dalam masyarakat pedesaan yang merupakan penduduk asli Kota Bogor, dan masyarakat perkotaan yang merupakan penduduk pedatang Kota Bogor. Namun dalam perkembanganntya interaksi diantara dua kelompok masyarakat ini tergolong intens karena pada kenyataannya keduanya saling membutuhkan. Berkaitan dengan hal tersebut, karena kepentingan ekonomi orang-orang perkotaan, masyarakat desa secara perlahan-lahan telah berorientasi ke luar. Artinya, terjadi revolusi struktur masyarakat pedesaan yang tidak lagi didasarkan pada tanah tetapi pada mata pencaharian memang masih ada masyarakat yang tetapi dalam pengolahan hasil pertaniannya banyak mengunakan tekonlogi yang tepat guna sehingga dapat menghasilkan keuntungan. 
     Namun, sebagian besar masyarakat desa kemudian mengadakan migrasi ke luar desa untuk mengadu nasib di perkotaan. Namun, mereka pun masih mempertahankan tempat tinggal dan juga pekerjaan lama mereka, terutama dalam bidang pertanian.. Oleh karena itu banyak diantara masyarakat desa seperti itu memilih menjadi migran musiman atau commnuting (migran yang pulang-pergi). Pada sisi lain, masyarakat kota pun mengalami perubahan dalam bidang sosial pula. Hal ini mulai terasa sejak memasuki abad ke-20 menakala terjadi kebangkitan golongan menegah yang kemudian menyisihkan golongan-golongan priyayi. Mereka kemudian banyak bergelut dalam bidangperdagangan dan industri yang mengakibatkan terjadi mobilitas sosial yang menonjol di kalangan masyarakat pribumi. Di samping itu pula, mobilitas sosial dapat pula disebabkan oleh faktor pendidikan. Sejak pengangkatan pegawai negeri didasarkan oleh tingkat pendidikan seseorang, banyak diantara orang-orang pribumi yang bersekolah demi mendapatkan pekerjaan itu. 
     Perkembangan zaman kemudian telah mengakibatkan interaksi sosial antara dua tipe masyarakat ini semakin intens. Hal itu disebabkan oleh. Beberapa faktor seperti desa merupakan tulang punggung perekonomian kota, komersialisasi hasil-hasil pertanian bertumpu pada kota, masyarakat desa banyak yang bermigrasi ke kota, terjadi mobilitas sosial yang cukup tinggi, dantersedianya sarana komunikasi dan transportasi yang memadai.
      Dalam bidang kebudayaan, masyarakat Kota Bogor pun terbagi ke dalam dua jenis, yaitu masyarakat asli yang masih memeprtahankan Kebudayaan Sunda dan masyarakat kota yang mulai mengembangkan budaya perkotaan namun masih mendapat pengaruh Budaya Sunda akibat intensnya interaksi antar masyarakat seperti yang telah disebutkan di atas. Dalam kehidupan masyarakat asli, Budaya Sunda yang paling dikenal oleh masyarakat Bogorlainnya adalah pelaksanaan Upacara Seren Taun Guru Bumi di Kaki Gunung Salak, upacara ini merupakan simbolisasi dari keberhasilan panen. Upacara ini sangat kental dengan Budaya Sunda karena selain diramaikan oleh pertujukan Angkung Gubrag, juga dalam ritualnya banyak menggunakan instrumen tradisional seperti adat orang Sunda, seperti Jempana dan Dongdang yang merupakan makanan tradisional dan hasil usaha tani.
     Di samping itu, yang menarik pula apabila kita amati budaya yang berkembang dalam masyaraka perkotaan. Bila kita amati secara lebih seksama, terdapat percampuran antara budaya Betawi dan Budaya Sunda. Misalnya, dalam percakapan sehari-hari sering kita temukan pernyataan “Gua Geleuh sama Lu”. Kata “Gua” merupakan bagian dari bahasa Betawi, sedangkan kata “Geleuh” merupakan Bahasa Sunda. Oleh karena itu pula, mungkin, terjadi perubahan sifat Bahasa Sunda yang bila dibandingkan dengan Bahasa Sunda yang digunakan di wilayah Bandung, Bahasa Sunda Bogor terkesan lebih kasar. Di samping itu, gejala yang kemudian muncul, terutama di kalangan masyarakat pendatang adalah muncul dan berkembangya sikap kepedulian terhadap Budaya Sunda. Sehingga pemahaman akan Budaya Sunda semakin terkikis, bahkan orang Sunda yang laihr di Kota Bogor pun belum tentu dapat berbahas Sunda, dan digantikan oleh budaya perkotaan yang tidak mengindahkan nilai-nilai tradisional.

Potret Kehidupan Masyarakat Perumahan Indraprasta II
     Perumahan Indraprasta II merupakan perluasan dari proyek Perumahan Nasional (Perumnas). Dalam sejarah perumahan di Indonesia dikenal kebijakanperumahan yang merupakan bagian dari Repelita I (1969-1974). Sebagai implikasinya kemudian dikeluarkan Keputusan Presidien RI No.29/1974 tentang pembentukan Perusahaan Umum Perumahan Nasional (Perum Perumnas). Perumnas di Kota Bogor pada awalnya merupakan sebuah perumahan yang menempati areal yang sangat luas. Namun seiring perkembangan zaman, kemudian areal ini dibagi-bagi ke dalam beberapa unit komplek perumahan. Salah satunya yang terbesar adalah Perumahan Indraprasta I yang mulai dibangun pada awal tahun 1990. 
      Semakin membaiknya sarana transportasi di wilayah tersebut, membuat pengembang kemudian membuat kembali Perumahan Indraprasta II pada akhir tahun 1990-an dengan keunggulan akses jalan yang langsung ke jalan tol. Kemudahan ini kemudian membuat perumahan ini laku, terutama dari kalangan para pekerja yang berkator di Jakarta, namun lebih memilih bermukim di Kota Bogor. Dalam perkembangannya, karena letaknya yang strategis di sekitar komplek Indraprasta II ini kemudian bertebaran pula tempat-tempat usaha, sepertiFactory Outlet (FO), bengkel, dan yang paling banyak adalah usaha rumah makan.
      Dalam kehidupan masyarakatnya pun dapat dikatakan unik. Hal ini disebabkan oleh letak wilayah Perumahan Indraprsta itu sendiri. Walaupun dalam kompleks perumahan itu didominasi oleh masyarakat perkotaan, namun di sekitar tempat tersebut terdapat pula masyarakat-masyarakat asli terutama yang berasal dari wilayah Cimahpar. Relasi diantara para penduduk di kompleks ini dapat sangat mencerminkan kehidupan masyarakat perkotaan yang lebih cenderung individualis, mengembangkan hubungan yang bersifat formal, dan bersifat profesional. Namun bukan berarti relasi diantara penghuni kompleks tersebut tidak berjalan . 
     Hal ini terutama ditujukkan dengan diadakannya acara arisan rutin kompleks setiap satu bulan sekali yang pelaksanaannya dilakukan secara bergiliran. Selain itu, setiap hari minggu pun diadakan kegiata olahraga bersama dari semua kalangan umur yang secara tidak langsung berfungsi untuk menjalin dan membangun relasi yang baik antara sesama warga komplek. Sedangkan intensitas hubungan antara warga komplek dengan penduduk asli sekitar juga cukup baik. Hal ini, paling tidak ditujukkan dengan dikaryakannya beberapa penduduk asli, baik sebagai asisten rumah tangga, maupun sebagai tenaga keamanan di wilayah komplek.

Sumber: (http://www.kotabogor.go.id/demografi.htm).

Tulisan Ilmu Sosial Dasar 2



Ekonomi Indonesia

     Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras dan listrik. Setelah krisis financial asia  yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang.

Ekonomi Indonesia
Mata uang
Rupiah
Tahun fiscal
Tahun kalender
Organisasi perdagangan
Apec, Asean, WTO
Statistik  
Peringkat PDB
Ke-15
PDB
$863,6 milyar(2005)
Pertumbuhan PDB
4,8%(2004)
PDB per kapita
$3.200(2004)
PDB berdasarkan sector
pertanian (16.6%), industri (43.6%), jasa (39.9%)(2004)
Inflasi
6.6%(2004)
Pop di bawah
8.% (1998)
Tenaga kerja
105,7 juta (2004)
Tenaga kerja berdasarkan pekerjaan
produksi 46%, pertanian 16%, jasa 39% (1999)
8.7% (2004)
Industri utama
minyak bumi dan gas alam; tekstil, perlengkapan, dan sepatu; pertambangan, semen, pupuk kimia, plywood; karet; makanan; pariwisata
Perdagangan Internasional[2] 
Ekspor
$113,99 milyar (2007)
Komoditi utama
Mitra dagang
Jepang 22,3%, Amerika Serikat12,1%, Singapura 8,9%, Korea Selatan 7,1%, Cina 6.2% (2003)
Impor
$74,40 milyar (2007)
Komoditi utama
mesin dan peralatan; kimia, bahan bakar, makanan
Mitra dagang
Jepang 13%, Singapura 12,8%,Cina 9,1%, Amerika Serikat 8,3%,Thailand 5,2%, Australia 5,1%,Korea Selatan 4,7%, Arab Saudi4,6% (2003)
Keuangan publik 
Utang pemerintah
$454.3 milyar (56.2% dari GDP)
Pendapatan
$40.91 milyar (2004)
Belanja
$44,95 milyar (2004)
Bantuan ekonomi
$43 milyar dari IMF (1997–2000)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia menguat
     Dalam tiga bulan, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 6,4% yang lebih besar ketimbang tahun sebelumnya. Analis memperkirakan pertumbuhan 6,1%.
Kalangan ekonom mengatakan faktor suku bunga rendah, pertumbuhan harga konsumen yang stabil, daya beli konsumen yang menguat, serta kepercayaan bisnis telah membantu meningkatkan permintaan domestik.
Sesuai data hari ini, Indonesia tetap menjadi salah satu negara yang paling cepat berkembang, dan salah satu negara yang perekonomiannya paling stabil di Asia," kata Taimur Baig, seorang ekonom Deutsche Bank. Konsumsi domestik menyumbang hampir 60% dari perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia kuat dan ketergantungan yang relatif rendah pada nilai ekspor, para analis memperingatkan bahwa pertumbuhan Indonesia mungkin masih akan terpengaruh oleh perlambatan ekonomi global, terutama di Cina.
     Komoditas dan sumber daya alam merupakan sebagian besar ekspor Indonesia dan Cina merupakan pasar kunci untuk pengiriman produk tersebut. Namun, pertumbuhan di Cina melambat. Perekonomian Cina tumbuh 7,6% pada kuartal kedua, kecepatan paling lambat dari pertumbuhan mereka dalam tiga tahun terakhir.
     Akibatnya, permintaan komoditas diperkirakan melambat, mengakibatkan penurunan harga, yang dapat berdampak pada pertumbuhan Indonesia. "Kunci kerentanan ekonomi Indonesia tergantung pada China," kata Prakriti Sofat, ekonom Barclays, kepada BBC. Sofat memperingatkan bahwa jika ekonomi Cina terus melambat, akan berdampak jauh lebih besar pada harga komoditas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Perekonomian Indonesia paling stabil"
     Pengamat ekonomi Lee Kuan Yew School of Public Policy National Univercity of Singapore, Professor Tan, mengatakan perekonomian Indonesia paling stabil menghadapi krisis keuangan dunia yang baru-baru ini terjadi melanda seluruh belahan dunia.


"Awalnya kami pikir Indonesia tidak akan stabil, ternyata Indonesia paling stabil," kata Profesor Tan, di Batam, Selasa. Ia mengatakan kesempatan dan peluang investasi di Indonesia relatif besar, dan kini saatnya Indonesia untuk maju.

     Indonesia memiliki ukuran ekonomi yang besar dengan permintaan pasar yang tinggi sehingga mampu bertahan dalam krisis yang menghantam banyak negara di dunia.


"Malaysia tidak tahan, Vietnam juga, tapi Indonesia stabil," kata dia dalam Seminar Hasil Kajian Competitiveness Batam Bintan Karimun di tingkat Regional dan Global.

Untuk dapat meningkatkan perekonomian, kata dia, pelaku usaha harus mempertajam orientasi pada ekspor. "Kalau Indonesia bisa tumbuh di enam persen, pada 2013 Indonesia bisa menjadi `leader power`," kata dia.

     Berdasarkan penelitian akademisi di negeri jiran, ada lima hal yang menjadi kendala investor asing menanamkan modal di Indonesia, di antaranya persoalan tenaga kerja, insentif, keuntungan, serta layanan perizinan investasi. Masalah tenaga kerja, ia mengatakan sesungguhnya yang diinginkan pekerja Indonesia adalah kepastian pekerjaan, bukannya besaran upah. Menurut dia, pekerja Indonesia hanya mencari upah untuk mencukupi kehidupan, bukan meminta sebesar-besarnya. "Pekerja Indonesia tidak mencari upah semaksimalnya," kata dia. Namun, sering masalah ketenagakerjaan dipolitisasi sehingga mengganggu isu ketenagakerjaan. Penanam modal juga mempertanyakan insentif dan kemudahan yang diberikan pemerintah, termasuk status lahan dan harga menyewa atau membeli lahan. Ia mengatakan penanam modal juga menginginkan pola perizinan investasi yang dilayani dalam satu kali pintu. Menurut dia, banyak kebijakan di Indonesia berlaku berbeda di pemerintah daerah dan pemerintah pusat, sehingga itu membingungkan pengusaha.
     Di tempat yang sama, ekonom dari tim Indonesia Joint Expert Study, Umar Juoro, mengatakan kebijakan pemerintah yang sering berganti membuat daya saing Indonesia berkurang. Contohnya, insentif tax holiday pernah dikenakan pemerintah, namun kemudian kebijakan itu dihapuskan, dan saat ada penurunan, pemerintah berniat mengadakan kembali tax holiday. "Kebijakan yang dibuat maju mundur," kata dia. Seharusnya, pemeritah maju tidak gentar dengan kebijakan yang dibuatnya. Jangan tiba-tiba merubah kebijakan, ini untuk memberikan kepastian hukum pada penanam modal. 

Bank Dunia Koreksi PERTUMBUHAN EKONOMI Indonesia Jadi 6,1%
     Bank Dunia mengoreksi positif proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari 6,0% menjadi 6,1%. Perubahan itu diumumkan dalam The East Asia and Pacific Data Monitor dari Bank Dunia yang dikeluarkan, Senin (8/10/2012). Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,1% dalam laporan tersebut lebih tinggi dari prediksi pertumbuhan 5,7—6,0% yang diumumkan Bank Dunia pada Juli. 
The East Asia and Pacific Data Monitor menyatakan ekonomi di Indonesia masih bisa tumbuh positif karena ditunjang oleh permintaan domestik yang kokoh.Bank Dunia juga menggarisbawahi faktor kenaikan pengeluaran investasi terhadap kekuatan pertumbuhan ekonomi Tanah Air.Tahun ini, laju pertumbuhan pengeluaran investasi pada PDB Indonesia mampu menyamai tingkat pertumbuhan investasi pada periode sebelum krisis finansial 1997—1998.Selain itu, laporan di atas menyatakan dampak penurunan harga komoditas pada ekonomi Indonesia tidak separah pengaruhnya pada ekonomi negara-negara eksportir komoditas lain. Hal tersebut disebabkan penurunan penerimaan anggaran pemerintah dari penurunan harga terimbangi oleh dampaknya pada pengeluaran subsidi yang lebih rendah.
     Defisit fiskal 2012 di Indonesia diprediksi sekitar 2,2% atau lebih tinggi 0,7% dari target yang ditetapkan pemerintah pada APBN 2012. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyambut baik revisi positif proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Bank Dunia. “Saya sambut baik karena kalau World Bank koreksi naik, kami masih ingin tumbuh 6,5%,” katanya ketika ditanyakan mengenai kabar penaikan proyeksi pertumbuhan PDB Indonesia oleh Bank Dunia, Jumat (5/10/2012). Menkeu mengatakan pemerintah terus berusaha memastikan pertumbuhan mencapai target dengan mendorong realisasi anggaran belanja dan menjaga defisit transaksi neraca berjalan di bawah 3%.


Sejarah sistem Perekonomian Indonesia

Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :

Ø  Inflasi yang sangat tinggi
     Disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 milyar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6 milyar. Jumlah itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di Indonesia dan menguasai bank-bank.
     Dari bank-bank itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 milyar untuk keperluan operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat inflasi ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
     Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru.
    Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946 Pemerintah RI, juga melakukan hal yang sama yaitu mengeluarkan uang kertas baru yaituOeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang. Untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Bank Negara ini semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.

Ø  Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
     Blokade laut ini dimulai pada bulan November 1945 ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI. Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade ini adalah:
1.      Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
2.      Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
3.      Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
·         Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
·         Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India seberat 500000 ton, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
·              Konferensi ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
·         Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
·         Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 yaitu mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
·         Pada tanggal 19 Januari 1947 dibentuk Planing Board (badan perancang ekonomi yang bertugas untuk membuat rencana pembangunan ekonomi jangka waktu 2 sampai tiga tahun). Kemudian IJ Kasimo sebagai menteri Persediaan Makanan Rakyat menghasilkan rencana produksi lima tahun yang dikenal dengan nama Kasimo Plan, yang isinya:
  1.     Memperbanyak kebun bibit dan padi unggul
  2.     Pencegahan penyembelihan hewan pertanian
  3.     Penanaman kembali tanah kosong
  4.     Pemindahan penduduk (transmigrasi) 20 juta jiwa dari Jawa ke Sumatera dalam jangka waktu 1-15 tahun.
     Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut:

     Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
     Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.

Ø  Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
     Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Djojohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya adalah:
§  Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
§  Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
§  Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
§  Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
§  Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
§  Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
§  Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
§  Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
§  Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
§  Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
    Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.

Ø  Nasionalisasi De Javasche Bank
     Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.

Ø  Sistem Ekonomi Ali-Baba
     Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (menteri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah:
§  Untuk memajukan pengusaha pribumi.
§  Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
§  Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
§  Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi. Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina. Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
§  Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
§  Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
§  Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

 Ø  Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
     Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:
§  Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
§  Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
§  Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak. Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.

Ø  Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
     Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
     Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
§  Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
§  Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
§  Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.

Ø  Musyawarah Nasional Pembangunan
     Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
§  Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
§  Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
§  Timbul pemberontakan PRRI/Permesta. Hal ini membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.

Ø  Orde Baru
     Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.
     Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997, dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.
     Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997 menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan peminjaman berdasarkan-"collateral" menyebabkan perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan hambatan eksporseluruhnya menciptakan gangguan ekonomi.
     Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Respon pertama Indonesia terhadap masalah ini adalah menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya. Pada Oktober 1997, Indonesia danInternational Monetary Fund (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak, antara lain Program Permobilan Nasional dan monopoli, yang melibatkan anggota keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998.

Ø  Pasca Suharto
     Di bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie. Presiden Gus Dur yang terpilih sebagai presiden pada Oktober 1999 kemudian memperpanjang program tersebut. Pada 2010 Ekonomi Indonesia sangat stabil dan tumbuh pesat. PDB bisa dipastikan melebihin Rp 6300 Trilyun  meningkat lebih dari 100 kali lipat dibanding PDB tahun 1980. Setelah India dan China, Indonesia adalah negara dengan ekonomi yang tumbuh paling cepat di antara 20 negara anggota Industri ekonomi terbesar didunia G20.
Ini adalah tabel PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia dari tahun ke tahun[2] oleh IMF dalam juta rupiah.
Tahun
PDB
1980
60,143.191
1985
112,969.792
1990
233,013.290
1995
502,249.558
2000
1,389,769.700
2005
2,678,664.096
2010
6,422,918.230

                  2.http:// www.wikipedia.com